Sejarah Pembentukan Desa Wonoagung

Pada zaman Perang Diponegoro antara tahun 1825 hingga 1830, seorang tentara bernama Imam Sampurno melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya setelah Pangeran Diponegoro tertipu oleh Belanda dan diasingkan ke Makassar. Perjalanan Imam Sampurno berakhir di suatu tempat, di mana ia mendirikan sebuah padepokan yang kemudian berkembang menjadi desa atau kampung. Tempat ini dikenal dengan nama "Padepokan Kerok Batok" yang didirikan oleh Mbah Imam Sampurno. Nama "WONOAGUNG" sendiri memiliki makna filosofi yang menarik. "Wono" berarti hutan, sementara "Agung" berarti lebat atau besar.

Filosofi Terbentuknya 10 Dusun

Desa Wonoagung terdiri dari 10 kampung atau dusun, masing-masing dengan cerita unik di balik namanya. Setiap dusun memiliki filosofi yang khas, memberikan makna khusus bagi masyarakat setempat. Berikut adalah penjelasan filosofi di balik terbentuknya 10 dusun tersebut:

  1. Sempu Kidul (Ngadipuro atau Kerok Batok): Dusun ini terletak di tengah-tengah desa, dipisahkan oleh aliran sungai. Di Desa Wonoagung terdapat pohon yang disebut pohon Sempu. Oleh karena itu, dusun yang berada di sebelah selatan sungai diberi nama Sempu Kidul, sementara di sebelah utara diberi nama Sempu Lor.
  2. Sempu Lor: Nama dusun ini mengacu pada dusun yang berada di sebelah utara sungai.
  3. Toyomerto: Nama ini berasal dari kata "toyo" yang berarti air, dan "merto" yang berarti gatal. Di dekat balai desa terdapat mata air yang konon airnya bisa menyebabkan rasa gatal jika terkena kulit.
  4. Jabon Garut: Dusun ini dinamai demikian karena dihuni oleh hutan jabon yang dipenuhi dengan tanaman garut.
  5. Sepukul: Tempat ini terkenal dengan udaranya yang sangat dingin. Pada pagi hari, kebanyakan orang mengenakan (kemul) sarung dan merapatkan dengkul untuk menghangatkan diri.
  6. Wonorejo: Dusun ini terletak di tempat yang sebelumnya merupakan hutan yang sangat ramai sebelum dibabat.
  7. Dodol: Dusun ini dinamakan "Dodol" karena hutan di wilayah ini dibabat dengan cara yang berbeda, melalui beberapa arah dan jurusan. Orang-orang yang membabat hutan ini membawa bekal jenang dodol.
  8. Temurejo: Nama dusun ini berasal dari pertemuan dan keramaian orang-orang yang membabat hutan tersebut.
  9. Tempuran: Tempat ini digunakan sebagai tempat mengintai pertempuran di Gunung Bambang. Konon, ada tiga sungai yang bertemu menjadi satu di sini.
  10. Darungan (sekarang Wungurejo): Orang-orang yang membabat hutan di tempat ini tidak dapat pulang karena sudah larut malam. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menginap di hutan atau "ndarung".

Filosofi di balik pembentukan 10 dusun ini memberikan cerita menarik tentang sejarah dan karakter Desa Wonoagung yang terus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Periode Kepemimpinan Kepala Desa

Seiring berjalannya waktu, Desa Wonoagung juga mengalami perubahan kepemimpinan. Berikut nama kepala desa yang tercatat dalam sejarah Desa Wonoagung:

  1. Iro Dimejo (1928 - 1942)
  2. Sastro Prayitno (1942 - 1955)
  3. Joyo Rejo (1955 - 1962)
  4. Sastro Diharjo (1962 - 1969)
  5. Amsir (1972 - 1974)
  6. Suwardi (19974 - 1991)
  7. Gatot Wahyudi (1991 - 1999)
  8. Sokib (Periode I: 1999 - 2007,Periode II: 2007 - 2013)
  9. Sugeng (2013 - 2019)
  10. Edy Istiyono (2019 - Sekarang)
Desa Wonoagung terus berkembang sebagai tempat yang mempertahankan sejarah dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi.